Pendidikan

evolusi present perfect continuous (sisi teknis pelajaran grammar tenses berdasarkan logika matematis)

Posted on Maret 10, 2011. Filed under: Pendidikan |

Prescriptive grammar, atau lebih jelasnya grammar yang diajarkan di kelas tingkat SD, SMP, dan SMA, dan bahkan di perguruan tinggi sering dikatakan sebagai pelajaran yang menggelikan bagi para penganut Modern linguistics. Namun, bukan berarti prescriptive grammar itu tidak penting. Pengetahuan prescriptive grammar juga memiliki sisi positive, dengan kemampuan tersebut seseorang bisa menulis dengan struktur bahasa yang bagus.

sewaktu saya masih sekolah saya menerima pelajaran bahasa inggris. pelajaran bahasa inggris mulai saya terima sejak tingkat SMP belanjut SMA dan kemudian di Perguruan Tinggi. meskipun diajarkan dari SMP hingga SMA, pelajaran yang satu ini memberikan hasil yang sangatlah tipis. banyak sekali keluhan keluhan dari siswa dan masyarakat bahwa meskipun telah lama belajar tapi tetap tidak bisa ngomong inggris. jangankan ngomong, mengerjakan soal tulis saja tidak bisa dan mendapatkan skor yang sangat minim. sebenarnya kita tidak serta merta menyalahkan pengajar yang tidak becus atau lainnya. hal itu dibentuk oleh kurikulum yang masih berbasis Grammar-Translation Method. nah.. tentang GTM itu dibahas di halaman lain di blok ini.

fokus dalam artikel ini adalah membahas bahwa sebenarnya pelajaran Grammar itu banyak menggunakan logika. sehingga ketika menjelaskan ke siswa dengan menggunakan logika, ilmunya akan mudah diserap oleh siswa. dulu kita sering mendapatkan pelajaran tenses yang penyampaiannya selalu menggunakan rumus rumus. ketika kita bertanya alasannya kenapa menggunakan rumus tersebut, kita tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. kata gurunya sih “ya begitu rumusnya dari inggris sana”. alhasil, kita harus menghafalkan rumus tersebut.

setelah saya beberapa lama menggeluti bahasa inggris, saya menemukan bahwa ternyata pada rumus rumus tenses itu banyak logika rumus seperti pada pelajaran matematika. pada pelajaran matematika, suatu rumus biasanya didapat dari berbagai evolusi rumus, yang kata mahasiswa matematika bab seperti itu dibahas di matakuliah Telaah. begitu juga rumus tenses. nah sekarang mari kita lihat hasil observasi saya berikut ini.

Mengapa rumus dari present perfect continuous adalah: S + Have/has + been + v ing ? , jawabnya:

present perfect continuous adalah evolusi dari present continuous, nah karena dia mengindikasikan sesuatu yang komplit/lengkap, maka dia membutuhkan unsur perfect, nah karena juga kejadiannya terjadi pada masa sekarang, maka dia butuh unsur present. dengan demikian, present perfect continuous adalah kombinasi dari Present + perfect + continuous. present diwakili oleh have/has (verb I, bukan verb 2 yaitu had), lalu unsur have/has + verb 3 yang merupakan ciri khas perfect, dan unsur be + verb ing yang merupakan keperluan wajib continuous.

nah.. contohnya adalah I have been writing a book. unsur perfect nya diwakili kata have been, continuousnya adalah been writing nya. jadi kata been adalah sekutu.. wkwkkkk kayak perang indonesia inggris aja ada sekutu sekutu an…. ha ha ha…

kembali ke pembicaraan. I have been writing adalah evolusi dari I am writing. to be “am” ada I am writing harus berubah menjadi been. itu karena ada keharusan atau aturan bahwa kalau ada kata kerja hadir setelah have/has/had haruslah berupa bentuk ke 3. maka am pun harus ditransfer menjadi bentuk ke 3 yaitu been. nah.. jadilah I have been writing. analisa ini adalah dari segi teknis nya saja, bukan pada bahasan fungsinya.

Ada banyak lagi sisi sisi teknis dari pelajaran grammar entah itu tenses atau yang english usage. namun akan saya ungkap di lain tulisan saja. karena sekarang saya sudah capek dan saatnya istirahat.

semoga bermanfaat. jika ada yang salah mohon dikoreksi.

Aliv Faizal Muhammad.

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Reinforcement dan Punishment

Posted on Desember 17, 2008. Filed under: Pendidikan | Tag:, , , , , , , |

Reinforcement dan Punishment merupakan perlakuan pendidik kepada anak didiknya. reinforcement dan punishment juga merupakan strategi untuk mengajar dan mendidik siswa, namun, diantara kedua perlakuan tersebut manakah yang lebih baik dan bermanfaat? simak ulasan di bawah ini.

1. Reinforcement

Reinforcement dalam dunia pendidikan anak diartikan sebagai penghargaan yang diharapkan bisa meningkatkan sikap dan perkembangan positif pada anak didik. Biasanya reinforcement berupa hadiah dan pujian. Berikut adalah contohnya;

Hadiah kejutan untuk kesuksesan ulangan harian

Misalnya, anda adalah seorang ibu atau ayah yang sedang menjemput pulang anak anda. Di dalam perjalanan pulang atau boleh juga pada saat tiba di rumah, tanyakan pada anak anda apakah hari ini ada ulangan atau tidak, jika ada ulangan bagaimana hasilnya. misalnya anak anda mendapatkan nilai 8 atau 9, maka ajaklah anak anda untuk merayakan keberhasilannya mencapai nilai tersebut. Langkah ini telah terbukti mampu memacu semangat belajar siswa, maka di sinilah terjadi reinforcement. perlu diketahui bahwa untuk melakukan reinforcement tidak harus menunggu anak mendapatkan nilai 8 atau 9, namun berapapun nilainya, orang tua harus mensupport anak didik.

Ada beberapa wujud reinforcement yang sering dilakukan oleh pendidik. Pertama, reinforcement perayaan keberhasilan dengan memberikan hadiah berupa makanan, kedua, berupa ucapan selamat, dan ketiga berupa hadiah yang lain seperti menonton film kesukaannya, pergi piknik dsb.

Dari beberapa bentuk reinforcement di atas, manakah yang paling baik?

secara berurutan, reinforcement berupa ucapan selamat menempati urutan teratas, disusul pemberian hadiah seperti nonton film dan piknik, dan akhirnya berupa makanan.

Reinforcement atau bukan?

jika seorang guru memberikan iming iming pada anak didiknya bahwa si anak didik akan mendapat hadiah uang, permen, sampai kesempatan pulang terlebih dahulu, bukan merupakan reinforcement, karena mereka hanya akan tertarik pada permen atau kesempatan pulang lebih awal. perlakuan semacam ini hanya akan memberikan efek negatif.

Penerapan reinforcement yang benar adalah “tidak ada peraturan, atau syarat di awal” maksudnya tidak ada perjanjian sebelumnya, namun lebih pada sebuah kejutan bahwa mereka mendapat penghargaan setelah mereka menjalankan kerja keras mereka.

Tidak lagi reinforcement?

Pada sebuah kasus di mana sebuah kelas yang berisi 20 siswa sedang melakukan ujian harian, 3 dari siswa tersebut mendapatkan nilai 10. kemudian sang guru memberikan mereka kesempatan nonton film sesuai judul kesukaan mereka yang disediakan oleh sekolah. dari sini maka siswa yang lain tentunya akan mengetahui konsequensi mendapatkan nilai 10 bisa menonton film dengan judul sesuai pilihan. mereka kemudian ikut ikutan berpacu mendapatkan nilai 10. Nah, apakah peran reinforcement di sini sudah tidak asli reinforcement lagi? jawabnya adalah, dalam ilmu konseling ada istilah Social Learning Theory, dimana, siswa sebenarnya tidak termotivasi oleh nonton filmnya tetapi keinginan meniru keberhasilan orang lain, sehingga mereka terpacu untuk belajar lebih serius. Demikian, reinforcement masih memegang fungsi aslinya sebagai reinforcement.

perlu diketahui bahwa sebaiknya reinforcement tidak diberikan berupa hal yang sama secara berulang ulang, karena disini anak didik sudah  bisa menebak apa yang akan mereka dapatkan, sehingga reinforcement akan kehilangan nilai aslinya.

Selama bertahun tahun dalam kiprah sepak terjang perjalanan panjang sejarah pendidikan di Indonesia, para pendidik kita melupakan peran reinforcement yang sebenarnya sangat fundamental dalam membentuk kepribadian dan semangat belajar siswa. reinforcemet tidak harus mahal, karena reinforcement yang paling baik adalah dengan kekuatan kata kata yang membangun. selama ini masih banyak para pendidik kita yang hanya menggunakan punishment atau hukuman.

2. Punishment

Punishment atau hukuman bukan hal yang baru lagi dalam dunia pendidikan. hukuman sudah terlalu mengakar tunggang dalam benak para pendidik dari jaman pendidikan yang penuh kekerasan hingga sekarang yang meskipun sudah di sana sini digembar gemborkan penghapusan kekerasan pada siswa tetap saja hukuman yang tidak membangun baik berupa kekerasan dan lainnya diterapkan dalam proses pembelajaran dan pendidikan.

contoh dari bentuk punishment yang tidak membangun banyak sekali ditemukan di sekolah, sebut saja siswa kena strap, harus berdiri dibawah tiang bendera. hukuman seperti demikian itu sama sekali tidak membangun. mestinya, ketika siswa melakukan sebuah pelanggaran, hukumlah mereka dengan sesuatu yang justru memberikan manfaat yang positif bagi mereka, misalnya dengan menghafalkan kosa kata bahasa inggris dengan jumlah tertentu dan masih banyak hukuman lainnya yang jauh lebih memberikan kontribusi positif.

Reinforcement yang berubah menjadi punishment

Bisakah sebuah reinforcement berubah menjadi punishment? jawabnya ya,bisa, simaklah kasus di bawah ini:

Sebuah keluarga yang mempunyai kebiasan makan siang bersama mampu menciptakan kehangatan tersendiri di tengah tengah keluarga, kehangatan ini adalah wujud reinforcement sehingga para anggota keluarga selalu ingin pulang agar bisa makan siang bersama keluaraga. namun, pada saat salah satu anggota keluarga, misalnya sang kakak saat pulang sekolah tidak langsung pulang ke sekolah tapi main dan mampir dulu ke rumah teman dan dilakukan berulang ulang, maka pada saat ia pulang kerumah tidak satupun dari anggota keluarga mau berbicara dengannya mulai dari ibu, ayah, dan adik karena ketidakikutsertaan sang kakak dalam acara makan siang berssama. gara gara sikap acuh itulah si kakak merasa mendapatkan hukuman. maka disitulah reinforcement berubah menjadi punishment.

Demikian sedikit pengetahuan yang baru saja saya dapatkan hari ini. koreksilah jika anda menemukan kejanggalan didalamnya, maka dengan senang hati, aliv akan mempertimbangkan dan memperbaikinya. semoga bermanfaat.

Read Full Post | Make a Comment ( 4 so far )

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...